MUSEUM RUMAH KELAHIRAN BUYA HAMKA
Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka adalah museum yang terletak di sekitar tepian danau Maninjau, tepatnya di nagari Sungai Batang, kecamatan Tanjung Raya, kabupaten Agam, Sumatera Barat. Museum ini mulai dibangun pada tahun 2000 dan diresmikan pada tahun 2001 oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Zainal Bakar. Sesuai dengan namanya, museum ini mengkhususkan diri pada koleksi benda-benda peninggalan Buya Hamka, yang bangunannya merupakan rumah tempat Hamka dilahirkan.
Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka terletak pada ketinggian yang lebih tinggi 5 meter dari jalan raya di sekitarnya.Museum ini menghadap ke arah barat atau danau Maninjau dan membelakang ke arah timur. Museum ini memiliki bentuk arsitektur layaknya Rumah Gadang dengan atap gonjong dan hiasan ukiran Minang.
Museum ini mulai dibuka pukul 8.00 hingga pukul 15.00 waktu setempat. Namun biasanya akan tetap dibuka untuk sementara waktu meski pengunjung melewati batas waktu kunjungan. Dari sekian orang yang mengunjungi museum ini, kebanyakan mereka bukan orang Indonesia, melainkan dari Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Museum ini sebelumnya merupakan rumah dimana Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau akrab dipanggil Hamka dilahirkan. Rumah milik nenek Hamka tersebut hampir diluluhlantakan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Setelah sekian lama, pada tahun 2000 muncul gagasan dari Gubernur Sumatera Barat, Zainal Bakar untuk membangun kembali rumah tersebut dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya lalu menjadikannya sebagai museum. Dengan bantuan dana dari berbagai pihak baik yang ada di Sumatera Barat maupun diluar Sumatera Barat terutama Malaysia, dalam waktu 11 bulan pembangunan museum ini dapat diselesaikan dan diresmikan oleh Zainal Bakar pada tanggal 11 November 2001
Terdapat berbagai koleksi benda peninggalan Hamka di dalam museum. Ratusan buku, majalah, dan arsip-arsip tentang Hamka tersimpan di dalam lemari kaca. Sedangkan puluhan foto terpajang di dinding-dinding hampir setiap sudut ruangan. Namun banyak keterangan foto yang tidak akurat, seperti foto Hamka bersama mantan Ketua MPR/DPR Amir Machmud misalnya yang ditulis "Hamka bersama Hamir Marmut".
Selain foto bersama Bung Karno, Bung Hatta, dan sejumlah tokoh lain, juga terdapat foto Hamka semenjak kanak-kanak, remaja, hingga foto lautan manusia mengantar jenazah Hamka ketika meninggal pada tahun 1981. Terpajang pula foto yang menggambarkan kedekatan Hamka ketika masih remaja dengan Muhammad Natsir, mantan Perdana Menteri Indonesia dan ketua partai Masyumi kelahiran Alahan Panjang, Solok yang aslinya juga berasal dari Maninjau.
Di ruang tamu museum, terdapat sebuah meja tempat pengunjung mengisi buku tamu, Di samping meja buku tamu terdapat meja lain yang di atasnya dihampar cincin polos dan cincin yang matanya dihias berbagai jenis batu akik dengan bermacam warna dan ukuran. Pada dinding di belakangnya terdapat foto Buya Hamka dengan Bung Hatta, dan seorang tokoh lain. Di sebelah ruang tamu, tersusun 5 rak buku kaca tempat menyimpan buku-buku koleksi museum yang jumlahnya sekitar 200 judul. Namun dari sekitar 118 judul karya Hamka, yang tersimpan di museum ini hanya 28 judul.
Di ruang kamar, terdapat tempat tidur dengan kain kelambu berwarna putih yang dahulu menjadi tempat tidur Hamka. Selain itu, juga terdapat ruang khusus yang dilengapi kursi-kursi peninggalan orang tua Hamka, lampu gantung kuno, 1 koper ketika Hamka pertama kali berangkat haji, 8 tongkat, dan baju wisuda lengkap dengan toga ketika Hamka dikukuhkan menjadi Doktor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir. Sebagian besar benda-benda peninggalan tersebut merupakan sumbangan dari berbagai pihak, terutama dari keluarga Hamka dan Universitas Kebangsaan Malaysia.
Buya HAMKA lahir di tempat ini pada 17 Februari 1908, dan tinggal di rumah neneknya selama 6 tahun. Pendidikan formal HAMKA hanya sampai kelas dua di sekolah rendah. HAMKA kemudian belajar di Sumatera Thawalib di Padangpanjang, sekolah dengan sistem madrasah yang didirikan ayahnya, setelah mereka sekeluarga pindah kota itu pada 1914.
Ruang di sudut sebelah kanan Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka, dimana disimpan pakaian, buku-buku, penghargaan dan kenang-kenangan untuk Buya HAMKA.
Ketika kedua orang tuanya bercerai pada tahun 1923, pada usia 15 tahun HAMKA pergi seorang diri meninggalkan Padangpanjang untuk merantau ke Jawa, namun sesampainya di Bengkulu ia terkena wabah cacar, sehingga dua bulan kemudian HAMKA kembali lagi ke Padangpanjang.
Setelah sembuh dari penyakit cacar, HAMKA pun berangkat lagi ke Jawa pada tahun 1924, menuju Yogyakarta. Adalah karena bantuan pamannya yang bernama Ja’far Amrullâh, Hamka bisa mengikuti kursus-kursus yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah, dimana ia belajar dari Ki Bagus Hadikusumo. HAMKA juga belajar dari HOS Cokroaminoto, Kiai Haji Fachruddin dan R.M.
Rumah nenek Buya HAMKA ini sempat hancur pada masa pendudukan Jepang, dan bentuk Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka yang kita lihat seperti sekarang ini adalah hasil renovasi yang dilakukan pada tahun 2001. Sebagai sastrawan, HAMKA menghasilkan karya-karya sastra monumental, seperti kisah Di bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Derwijk, Merantau ke Deli, dll. Buya HAMKA, meninggal di Jakarta pada 24 Juli 1981 dalam usia 73 tahun.
(sumber:http://my.opera.com/indrajourney/blog/show.dml/52543872)
0 komentar:
Posting Komentar