Otitis Media Efusi

Sebelum membicarakan tentang otitis media Efusi (OME), akan lebih baik bila kita memahami terminologi berikut ini:

Otitis media adalah peradangan pada telinga tengah dan sistem sel udara mastoid.
Otitis media efusi (OME) adalah peradangan telinga tengah dan mastoid yang ditandai dengan akumulasi cairan di telinga tengah tanpa disertai tanda atau gejala infeksi akut.
Otitis media akut (OMA) adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga tengah dan disertai tanda dan gejala seperti nyeri telinga (otalgia), rasa penuh di telinga atau gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnya tergantung berat ringannya penyakit, antara lain: demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana timpani, yang dapat diikuti dengan drainase purulen.
Otitis media kronik (OMK) adalah proses peradangan di telinga tengah dan mastoid yang menetap > 12 minggu.

Otitis Media Efusi (OME)
Penyakit ini dikenal pula dengan serous otitis mediaglue ear, dannon purulen otitis media. OME adalah salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada anak. Pada populasi anak, OME dapat timbul sebagai suatu kelainan short-term menyertai suatu infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), ataupun sebagai proses kronis yang disertai gangguan dengar berat, keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa, gangguan keseimbangan, hingga perubahan struktur membrana timpani dan tulang pendengaran.

Patogenesis OME

Kondisi yang dianggap sebagai penyebab utama munculnya OME adalah setiap keadaan yang mempengaruhi muara/ujung proksimal tuba eustachius (TE) di nasofaring ataupun mekanisme mukosiliari klirens dari TE. TE dianggap sebagai katup (valve) penghubung telinga tengah dan nasofaring. Struktur ini menjamin ventilasi telinga tengah, sehingga menjaga tekanan tetap ekual di kedua sisi gendang telinga (membrana timpani = MT). Karena itu berbagai keadaan yang merubah integritas normal TE dapat menyebabkan akumulasi cairan di telinga tengah dan mastoid. Akumulasi ini dapat diikuti proses infeksi, sebagai akibat sekunder dari infeksi yang menjalar ke atas melalui TE, menghasilkan otitis media dan kemungkinan mastoiditis.
Edema faring dan peradangan akibat ISPA biasanya berefek terhadap ujung proksimal TE di nasofaring ataupun mekanisme mukosiliari klirens TE. Keadaan lain seperti: alergi hidung, barotrauma, penekanan terhadap muara/torus tuba oleh massa seperti adenoid yang membesar ataupun tumor di nasofaring, abnormalitas anatomi TE ataupun deformitas celah palatum, benda asing seperti nasogastrik atau nasotrakeal tube, dapat pula menjadi faktor predisposisi.

Mengapa anak usia prasekolah rentan terhadap OME?
Statistik menunjukkan 80-90% anak prasekolah pernah menderita OME. Saat lahir TE berada pada bidang paralel dengan dasar tengkorak, sekitar 10 derajat dari bidang horisontal, dan memiliki lumen yang pendek dan sempit. Semakin bertambah usia, terjadi perubahan bermakna, terutama saat mencapai usia 7 tahun, di mana lumen TE lebih panjang dan lebar, serta ujung proksimal TE di nasofaring terletak 2-2.5 cm di bawah orifisium TE di telinga tengah atau membentuk sudut 45 derajat terhadap bidang horisontal telinga. Dengan struktur yang demikian, pada anak usia < 7 tahun, sekresi dari nasofaring lebih mudah mencapai telinga tengah dan membawa kuman patogen ke telinga tengah. Selain itu inflamasi ringan saja sudah dapat menyumbat lumen TE yang sempit. Selain itu terdapat pula beberapa faktor resiko pada anak, antara lain:

1. Faktor resiko anatomi: anomali kraniofasial, down syndrome, celah palatum, hipertrofi adenoid, dan GERD.

2. Faktor resiko fungsional: serebral palsy, down syndrome, kelainan neurologis lainnya, dan imunodefisiensi.

3. Faktor resiko lingkungan: bottle feeding, menyandarkan botol di mulut pada posisi tengadah (supine position), rokok pasif, status ekonomi rendah, banyaknya anak yang dititipkan di fasilitas penitipan anak.

Sehingga tidak heran bahwa kasus OME berulang (OME rekuren) pun menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi terutama pada anak usia prasekolah, sekitar 28-38%.

Diagnosis OME

Diagnosis OME seringkali sulit ditegakkan karana prosesnya sendiri yang kerap tidak bergejala (asimptomatik), atau dikenal dengansilent otitis media. Dengan absennya gejala seperti nyeri telinga, demam, ataupun telinga berair, OME sering tidak terdeteksi baik oleh orang tuanya, guru, bahkan oleh anaknya sendiri.

Lazimnya diagnosis OME dibuat berdasarkan pemeriksaan fisik telinga dengan menemukan cairan di belakang MT yang normalnya translusen.
Pemeriksaan otoskopik dapat memperlihatkan:
- MT yang retracted (tertarik ke dalam), dull, dan opaque.
- Warna MT bisa merah muda cerah hingga biru gelap.
Short process maleus terlihat sangat menonjol dan long processtertarik medial dari MT.
- Adanya level udara-cairan (air fluid level) membuat diagnosis lebih nyata.

Beberapa instrumen penunjang juga membantu menegakkan diagnosis OME, antara lain:
Pneumatic otoscopeImpedance audiometry (tympanometry): digunakan untuk mengukur perubahan impedans akustik sistem MT-telinga tengah melalui perubahan tekanan udara di telinga luar.
Pure tone Audiometry: juga banyak digunakan, terutama menilai dari sisi gangguan dengar atau tuli konduktif yang mungkin berasosiasi dengan OME. Meski teknik ini time consuming dan membutuhkan peralatan yang mahal, tetap digunakan sebagai skrining, dimana tuli konduktif berkisar antara derajat ringan hingga sedang.

Pengobatan OME

Pengobatan OME langsung diarahkan untuk memperbaiki ventilasi normal telinga tengah. Untuk kebanyakan penderita, kondisi ini diperoleh secara alamiah, terutama jika berasosiasi dengan ISPA yang berhasil disembuhkan. Artinya banyak OME yang tidak membutuhkan pengobatan medis. Akan lebih baik menangani faktor predisposisi-nya, misalnya: jika dikarenakan barotrauma, maka aktivitas yang berpotensi untuk memperoleh barotrauma berikutnya, seperti: penerbangan atau menyelam, sebaiknya dihindarkan. Strategi lainnya adalah menghilangkan atau menjauhkan dari pengaruh asap rokok, menghindarkan anak dari fasilitas penitipan anak, menghindarkan berbagai alergen makanan atau lingkungan jika anak diduga kuat alergi atau sensitif terhadap bahan2 tersebut.

Jika OME ternyata menetap dan mulai bergejala, maka pengobatan medis mulai diindikasikan, seperti:

1. Antihistamin atau dekongestan.

Rasionalisasi kedua obat ini adalah sebagai hasil komparasi antara sistem telinga tengah dan mastoid terhadap sinus paranasalis. Karena antihistamin dan dekongestan terbukti membantu membersihkan dan menghilangkan sekresi dan sumbatan di sinonasal, maka tampaknya logis bahwa keduanya dapat memberikan efek yang sama untuk OME. Jika ternyata alergi adalah faktor etiologi OME, maka kedua obat ini seharusnya memberikan efek yang menguntungkan terhadap OME.

2. Mukolitik.

Dimaksudkan untuk merubah viskoelastisitas mukus telinga tengah untuk memperbaiki transport mukus dari telinga tengah melalui TE ke nasofaring. Namun demikian mukolitik ini tidak memegang peranan penting dalam pengobatan OME.

3. Antibiotika.

Pemberian obat ini harus dipertimbangkan secara hati-hati. Karena OME bukanlah infeksi sebenarnya (true infection). Meskipun demikian OME seringkali diikuti oleh OMA, di samping itu isolat bakteri juga banyak ditemukan pada sampel cairan OME. Organisme tersering ditemukan adalah S. pneumoniaeH. influenzae non typableM. catarrhalis, dan grup A streptococci, sertaStaphyllococcus aureusControlled studies menunjukkan antibiotika golongan amoksisilin, amoksisilin-klavulanat, sefaklor, eritromisin, trimetropim-sulfametoksazol, atau eritromisin-sulfisoksazole, dapat memperbaiki klirens efusi dalam 1 bulan. Pemberian antibiotika juga meliputi dosis profilaksis yaitu ½ dosis yang digunakan pada infeksi akut. Namun demikian perlu dipertimbangkan pula hubungan antara antibiotika profilaksis dengan tingginya prevalensi dan meningkatnya spesies bakteri yang resisten.

4. Kortikosteroid.

Beberapa klinisi mengusulkan pemberian kortikosteroid untuk mengurangi respon inflamasi di kompleks nasofaring-TE dan menstimulasi agent-aktif di permukaan TE dalam memfasilitasi pergerakan udara dan cairan melalui TE. Pemberian dapat berupa kortikosteroid oral atau topikal (nasal), ataupun kombinasi. Berdasarkan clinical guidance 1994, pemberian steroid bersama-sama antibiotika pada anak usia 1-3 tahun mampu memperbaiki klirens OME dalam 1 bulan sebesar 25%. Namun demikian karena hanya memberikan hasil jangka pendek dengan kejadian OME rekuren yang tinggi, serta resiko sekuele maka kortikosteroid tidak lagi direkomendasikan.
sumber: http://imammegantara.blogspot.com/
Negeri diatas awan merupakan suatu tempat wisata yang berada di wonosobo (dieng). Suatu dataran tinggi ( gunung dieng), tempat wisata ini terdri dari : danau,candi dan kawan. Lebih kurang ketinggian 20000kaki dari permukaan laut. Suatu
 kekayaan alam yang sangat berpotenasi. Keindahan, cagar alam yg mempesona.gambar bisa di searching di google.com
Wisata dieng


MUSEUM RUMAH KELAHIRAN BUYA HAMKA


Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka adalah museum yang terletak di sekitar tepian danau Maninjau, tepatnya di nagari Sungai Batang, kecamatan Tanjung Raya, kabupaten Agam, Sumatera Barat. Museum ini mulai dibangun pada tahun 2000 dan diresmikan pada tahun 2001 oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Zainal Bakar. Sesuai dengan namanya, museum ini mengkhususkan diri pada koleksi benda-benda peninggalan Buya Hamka, yang bangunannya merupakan rumah tempat Hamka dilahirkan.
Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka terletak pada ketinggian yang lebih tinggi 5 meter dari jalan raya di sekitarnya.Museum ini menghadap ke arah barat atau danau Maninjau dan membelakang ke arah timur. Museum ini memiliki bentuk arsitektur layaknya Rumah Gadang dengan atap gonjong dan hiasan ukiran Minang.

Museum ini mulai dibuka pukul 8.00 hingga pukul 15.00 waktu setempat. Namun biasanya akan tetap dibuka untuk sementara waktu meski pengunjung melewati batas waktu kunjungan. Dari sekian orang yang mengunjungi museum ini, kebanyakan mereka bukan orang Indonesia, melainkan dari Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.

Museum ini sebelumnya merupakan rumah dimana Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau akrab dipanggil Hamka dilahirkan. Rumah milik nenek Hamka tersebut hampir diluluhlantakan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Setelah sekian lama, pada tahun 2000 muncul gagasan dari Gubernur Sumatera Barat, Zainal Bakar untuk membangun kembali rumah tersebut dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya lalu menjadikannya sebagai museum. Dengan bantuan dana dari berbagai pihak baik yang ada di Sumatera Barat maupun diluar Sumatera Barat terutama Malaysia, dalam waktu 11 bulan pembangunan museum ini dapat diselesaikan dan diresmikan oleh Zainal Bakar pada tanggal 11 November 2001

Terdapat berbagai koleksi benda peninggalan Hamka di dalam museum. Ratusan buku, majalah, dan arsip-arsip tentang Hamka tersimpan di dalam lemari kaca. Sedangkan puluhan foto terpajang di dinding-dinding hampir setiap sudut ruangan. Namun banyak keterangan foto yang tidak akurat, seperti foto Hamka bersama mantan Ketua MPR/DPR Amir Machmud misalnya yang ditulis "Hamka bersama Hamir Marmut".
Selain foto bersama Bung Karno, Bung Hatta, dan sejumlah tokoh lain, juga terdapat foto Hamka semenjak kanak-kanak, remaja, hingga foto lautan manusia mengantar jenazah Hamka ketika meninggal pada tahun 1981. Terpajang pula foto yang menggambarkan kedekatan Hamka ketika masih remaja dengan Muhammad Natsir, mantan Perdana Menteri Indonesia dan ketua partai Masyumi kelahiran Alahan Panjang, Solok yang aslinya juga berasal dari Maninjau.

Di ruang tamu museum, terdapat sebuah meja tempat pengunjung mengisi buku tamu, Di samping meja buku tamu terdapat meja lain yang di atasnya dihampar cincin polos dan cincin yang matanya dihias berbagai jenis batu akik dengan bermacam warna dan ukuran. Pada dinding di belakangnya terdapat foto Buya Hamka dengan Bung Hatta, dan seorang tokoh lain. Di sebelah ruang tamu, tersusun 5 rak buku kaca tempat menyimpan buku-buku koleksi museum yang jumlahnya sekitar 200 judul. Namun dari sekitar 118 judul karya Hamka, yang tersimpan di museum ini hanya 28 judul.

Di ruang kamar, terdapat tempat tidur dengan kain kelambu berwarna putih yang dahulu menjadi tempat tidur Hamka. Selain itu, juga terdapat ruang khusus yang dilengapi kursi-kursi peninggalan orang tua Hamka, lampu gantung kuno, 1 koper ketika Hamka pertama kali berangkat haji, 8 tongkat, dan baju wisuda lengkap dengan toga ketika Hamka dikukuhkan menjadi Doktor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir. Sebagian besar benda-benda peninggalan tersebut merupakan sumbangan dari berbagai pihak, terutama dari keluarga Hamka dan Universitas Kebangsaan Malaysia.

Buya HAMKA lahir di tempat ini pada 17 Februari 1908, dan tinggal di rumah neneknya selama 6 tahun. Pendidikan formal HAMKA hanya sampai kelas dua di sekolah rendah. HAMKA kemudian belajar di Sumatera Thawalib di Padangpanjang, sekolah dengan sistem madrasah yang didirikan ayahnya, setelah mereka sekeluarga pindah kota itu pada 1914.



Ruang di sudut sebelah kanan Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka, dimana disimpan pakaian, buku-buku, penghargaan dan kenang-kenangan untuk Buya HAMKA.

Ketika kedua orang tuanya bercerai pada tahun 1923, pada usia 15 tahun HAMKA pergi seorang diri meninggalkan Padangpanjang untuk merantau ke Jawa, namun sesampainya di Bengkulu ia terkena wabah cacar, sehingga dua bulan kemudian HAMKA kembali lagi ke Padangpanjang.

Setelah sembuh dari penyakit cacar, HAMKA pun berangkat lagi ke Jawa pada tahun 1924, menuju Yogyakarta. Adalah karena bantuan pamannya yang bernama Ja’far Amrullâh, Hamka bisa mengikuti kursus-kursus yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah, dimana ia belajar dari Ki Bagus Hadikusumo. HAMKA juga belajar dari HOS Cokroaminoto, Kiai Haji Fachruddin dan R.M.

Rumah nenek Buya HAMKA ini sempat hancur pada masa pendudukan Jepang, dan bentuk Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka yang kita lihat seperti sekarang ini adalah hasil renovasi yang dilakukan pada tahun 2001. Sebagai sastrawan, HAMKA menghasilkan karya-karya sastra monumental, seperti kisah Di bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Derwijk, Merantau ke Deli, dll. Buya HAMKA, meninggal di Jakarta pada 24 Juli 1981 dalam usia 73 tahun.
(sumber:http://my.opera.com/indrajourney/blog/show.dml/52543872)
Rumah Kelahiran Bung Hatta yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta No. 37 Bukittinggi, Sumatera Barat. Sesuai namanya, Rumah Kelahiran Bung Hatta merupakan tempat dimana Bung Hatta dilahirkan, dan tinggal sampai beliau berusia 11 tahun. Pada usia itu beliau pergi ke Kota Padang guna meneruskan pendidikan menengahnya di Meer Uitgebred Lager Onderwijs (MULO).
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Papan nama Rumah Kelahiran Bung Hatta di pinggir jalan Soekarno-Hatta yang berukuran cukup besar dan mudah dikenali oleh pejalan yang lewat. Papan nama Rumah Kelahiran Bung Hatta inilah yang membuat kami berhenti dan lalu masuk ke dalam rumah.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Tampak depan Rumah Kelahiran Bung Hatta yang cukup asri dengan dua lantai yang sebagian besar terbuat dari bilah-bilah papan kayu. Sebagian dinding Rumah Kelahiran Bung Hatta terbuat dari anyaman bambu. Sebuah papan memberitahu pengunjung bahwa Rumah Kelahiran Bung Hatta buka dari Senin s/d Minggu, mulai pukul 08.00 pagi.
Setelah mengisi buku tamu, kami pun masuk ke dalam ruang utama Rumah Kelahiran Bung Hatta, ditemani oleh Uni Dessiwarti yang telah 15 tahun mengurus dan merawat rumah Rumah Kelahiran Bung Hatta ini. Uni Dessi ini dari Dinas Pariwisata yang ditugaskan untuk mengurus Rumah Kelahiran Bung Hatta. Meskipun sudah mengabdi di Pemda selama 25 tahun, namun Ibu Dessi ini masih berstatus hono, belum diangkat sampai saat itu.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Dokumentasi foto Saleha, Ibunda Bung Hatta, dan dua orang paman Bung Hatta, Mamak Idris dan Mamak Saleh. Di sepanjang dinding kayu Rumah Kelahiran Bung Hatta terdapat banyak foto-foto dokumentasi tentang Bung Hatta, keluarga dan orang-orang terdekatnya.
Pada dinding Rumah Kelahiran Bung Hatta juga terdapat bagan silsilah keluarga Bung Hatta, baik dari pihak Ibu maupun dari pihak ayahnya.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Dokumentasi foto Syekh Djamil Djambek yang menjadi guru agama bagi Bung Hatta. Mengaji memang menjadi sebuah kegiatan sangat penting dan menjadi bagian kehidupan sehari-hari anak-anak Minangkabau. Bahkan mereka, seperti juga Bung Hatta ketika masih kecil, sering tidur di surau.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Beberapa benda peninggalan keluarga Bung Hatta juga disimpan di Rumah Kelahiran Bung Hatta ini, seperti mesin jahit tua milik nenek Bung Hatta ini. Rumah Kelahiran Bung Hatta ini memang adalah rumah neneknya.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Kamar Mamak Idris, paman Bung Hatta. Di rumah utama ini juga terdapat kamar bujang, ruang baca Bung Hatta, serta perabotan rumah lainnya yang kebanyakan masih asli.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Perabotan kayu Rumah Kelahiran Bung Hatta yang dibuat dari kayu surian, sejenis kayu Jati di Jawa, semuanya masih asli, demikian juga lampu dan karpet, serta benda-benda lainnya yang masih asli. Hanya tikar yang telah digantu baru, namun disamakan dengan jenis dan bentuk aslinya.
Pemugaran Rumah Kelahiran Bung Hatta, yang diprakarsai oleh Azwar Anas dan pemda setempat, dimulai pada awal 1995, dan diresmikan pada 12 Agustus 1995, bertepatan dengan hari lahir Bung Hatta.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Sumur lama yang lokasinya berada di dalam Rumah Kelahiran Bung Hatta. Aslinya sumur ini berada di belakang rumah, dekat dapur.
Sewaktu renovasi, karena membutuh halaman, bangunan Rumah Kelahiran Bung Hatta ini pun dimundurkan ke belakang, sehingga letak sumurnya menjadi berada di dalam rumah. Umur sumur ini lebih tua dari Rumah Kelahiran Bung Hatta yang pertama kali dibuat pada 1860, dan airnya masih baik digunakan sampai sekarang.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Lumbung Padi Aminah yang berada di samping belakang Rumah Kelahiran Bung Hatta. Aminah adalah ibu Bung Hatta. Di belakangnya terdapat lumbung padi Saleh, paman Bung Hatta. Di depan lumbung padi ini terdapat lesung batu.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Rumah Kelahiran Bung Hatta dilihat dari arah belakang.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Uni Dessi, dengan “bugi” atau bendi yang sering digunakan Bung Hatta pergi ke sekolah sewaktu kecil, yang disimpan di bagian belakang Rumah Kelahiran Bung Hatta, di dekat istal kuda yang kini kosong. Jika tidak naik bendi, dengan diantar kusir, Bung Hatta biasanya naik sepeda untuk pergi ke sekolah.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Dokumentasi foto Bung Hatta saat masih berumur 10 tahun, duduk di atas bendi ditemani seorang kusir yang duduk di sebelahnya. Mereka berada di depan Rumah Kelahiran Bung Hatta, siap berangkat ke sekolah.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Sebuah ceret peninggalan nenek Bung Hatta yang disimpan di meja dekat dapur Rumah Kelahiran Bung Hatta. Tutup ceret ini telah lama hilang.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Ruangan di lantai dua, dimana terdapat kamar Pak Gaek, kakek Bung Hatta, dan kamar dimana Bung Hatta dilahirkan, serta meja makan keluarga.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Di kamar inilah Bung Hatta dilahirkan pada 12 Agustus 1902, dari pasangan H. Muhammad Djamil dan Saleha, dan merupakan keturunan kedua dari Syech Adurrachman, atau Syech Batuhampar.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Sebuah lampu antik di lantai dua Rumah Kelahiran Bung Hatta.
Rumah Kelahiran Bung Hatta
Bung Hatta tinggal di rumah kelahirannya ini dari tahun 1902-1913, bersama ibu, kakek, nenek dan pamannya. Bung Hatta menikah 3 bulan setelah Indonesia merdeka, meninggal di Jakarta pada 14 Maret 1980, dan dimakamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir, sesuai permintaannya.
(sumber: http://thearoengbinangproject.com/rumah-kelahiran-bung-hatta-bukittinggi/)
 Museum Dirgantara YogyakartaJogja dikenal dengan kota yang bersejarah, salah satu sejarah yang dimiliki kota DIY adalah sejarah angkatan udara Adi Sucipto Yogyakarta. Museum yang diberi nama Museum Dirgantara Yogyakarta ini merupakan museum milik TNI angkatan udara adi sucipto yang ada di Yogyakarta. Museum ini merupakan salah satu museum terbesar dan terlengkap di Indonesia yang menyimpan koleksi peralatan penerbangan TNI angkatan Udara. Museum ini berlokasi di area komplek Pangkalan Udara TNI-AU Adisucipto Yogyakarta. Museum dirgantara mandala ini menempati  luas bangunan sekitar 7.600 m2. Sejarah museum ini berasal dari gabungan dua Museum yang ada di Jakarta yaitu Museum Pusat AURI yang didirikan sejak tahun 1967 dan Museum Pendidikan atau Taruna pendidikan AKABRI Bagian Udara Jogja. Pada tahun 1977 kedua museum tersebut resmi digabungkan menjadi satu kemudian diberi nama dengan museum dirgantara mandala dengan pemilihan lokasi yaitu di komplek dirgantara, adi sucipto, Yogyakarta. Bagi para pengunjung dapat melihat beberapa benda sejarah dalam perjuangan TNI Angkatan Udara serta beberapa pesawat yang dimiliki oleh museum ini, koleksi tersebut merupakan koleksi sejak perang kemerdekaan sampai saat ini. memiliki beberapa gedung yang bisa anda lihat di setiap gedung. Koleksi masing-masing gedung tersebut antara lain dibagi menjadi enam ruangan. Yaitu, Ruang Utama, Ruang Kronologi I dan Kronologi II, Ruang Alutsista, Ruang Paskhas, Ruang Minat Dirgantara , dan Ruang Diorama. Museum ini dibuka untuk umum pada hari kerja. Dengan biaya yang tidak terlalu mahal anda sudah bisa melihat koleksi-koleksi yang dimiliki oleh museum dirgantara mandala. Dijamin setelah anda mengunjungi museum ini rasa penat setelah aktivitas anda yang padat akan hilang, malah anda mendapat tambahan pengetahuan tentang museum mandala dirgantara ini.
(SUMBER :http://www.gudangwisata.com/museum-dirgantara-yogyakarta.html)
unga Rafflesia Jenis Rafflesia Arnoldi mekar di Provinsi Bengkulu tepatnya di kawasan hutan Liku Sembilan, Kabupaten Bengkulu Tengah sejak beberapa hari lalu, kawan tersebut tepatnya berada di jalan lintas Bengkulu-Sumatera Selatan.Mekarnya bunga ini membuat para pengguna jalan tertarik untuk singgah dan mengabadikan momen langka tersebut.

Salah seorang penjaga bunga rafflesia, Gusti Randa, menjelaskan rafflesia biasanya akan mekar selama 10 hari setelah itu bunga akan membusuk dan layu, namun ia menjelaskan mekarnya rafflesia kali ini termasuk kategori kecil karena memiliki diameter sekitar 60 sentimeter.

"Mekarnya kali ini masih termasuk kecil jika dilihat dari diameter bunga hanya 60 sentimeter, jika besar diameternya bisa mencapai 140 sentimeter, kecilnya bunga kali ini disebabkan karena tingginya curah hujan," kata Gusti, Sabtu, 9 November 2013.

Ia melanjutkan, jika musim panas atau curah hujan rendah maka mekarnya bunga rafflesia akan sempurna dan besar. Sementara itu bongkol (calon bunga) tampak tumbuh di beberapa titik tidak jauh dari sekitar mekarnya bunga itu.

Desi Emiyanti, seorang pengunjung menyebutkan kedatangannya ke kawasan tersebut karena penasaran ingin menyaksikan secara dekat bunga rafflesia. "Selama ini saya melihat bunga ini di foto saja, baru kali ini dari dekat," kata Desi.

Untuk menyaksikan bunga ini pengunjung tidak dikenai tarif, hanya uang sukarela saja yang digunakan para penjaga untuk merawat bunga itu. Bunga Rafflesia dapat ditemui di dalam kawasan hutan Bengkulu.
Bunga Rafflesia Mekar di Bengkulu

( sumber:http://www.tempo.co/read/news/2013/11/11/058528621/Bunga-Rafflesia-Mekar-di-Bengkulu )
Objek Wisata Di Indonesia
Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa Danau Toba dulunya adalah sebuah gunung berapi. Danau ini berada di bekas kawah supervolcano terbesar di dunia. Gunung Toba diperkirakan meletus pada 73 ribu tahun lalu. Letusan ini tercatat sebagai letusan Gunung api terbesar yang mempengaruhi iklim di seluruh dunia.
(SUBER:ntari.biz/objek-wisata-di-indonesia.html)