REPUBLIKA.CO.ID, PADANG--Anda pernah mencicipi hangatnya Aia (air) Kawa? Aia Kawa adalah salah satu jenis minuman khas dari Ranah Minang yang terbuat dari daun kopi jenis lokal pilihan yang diolah terlebih dahulu.
Kenapa daun kopi? Konon kabarnya, zaman Jepang berkuasa, seluruh hasil panen buah kopi segar dari Ranah Minang, diekspor keluar negeri oleh bangsa penjajah, sehingga warga pribumi tidak mendapat kesempatan untuk mencicipi nikmatnya hasil seduhan buah kopi ini . Minum kopi pada zaman itu mempunyai kebanggaan tersendiri. Kebiasaan meminum kopi melambangkan dia orang berkelas pada zaman itu.
Seperti kata pepatah, tak ada rotan akarpun jadi. Tidak ada kopi daunya pun tak apalah, begitu kira-kira. Sehingga keinginan orang untuk menikmati minuman kopi sedikit terobati. Dan akhirnya minuman ini banyak yang mengemari .
Untuk membuat segelas seduhan Aia Kawa hampir mirip dengan membuat air teh. Bedanya Aia Kawa dibuat dari daun kopi jenis lokal yang tidak diketahui variannya. Daun kopi dikeringkan terlebih dahulu, dengan menyangrai (ditaruh di atas perapian) sampai daun kopi mengering selama kurang lebih 12 jam. Setelah itu, daun yang mengering dicampur dengan air dingin dan dimasak sampai airnya mendidih.
Uniknya, untuk menikmati Aia Kawa ini kita tidak menggunakan gelas atau cangkir seperti biasanya tapi mengunakan wadah dari tempurung kelapa yang diberi tatakan bambu. Aia Kawa diseruput dengan pelan, hawa hangat terasa merayap di rongga dada. Nikmatnya.
Aia Kawa terasa lebih nikmat bila ditemani dengan sepotong kue bika. Sejenis kue basah yang terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan kelapa muda, dan gula pasir. Proses pematangan bika ini, punya ciri khas juga karena dibakar dalam belanga (periuk tanah yang dibuat dari tanah liat).
Perapiannya berasal dari dua arah. Selain api berasal dari bawah belanga, bara api juga ditaruh diatas penutup belanga untuk mempercepat proses pematangan kue bika dan memberi kesan warna coklat di atasnya. Hanya dalam waktu 15 menit kue bika hangat sudah bisa dinikmati.
Jika Anda mampir di Ranah Minang, sempatkan untuk berkunjung ke Dangau Bika jo Aia Kawa yang terletak di jalan Raya Bukittinggi-Payakumbuh km 9, Desa Koto Hilalang IV Angkat Candung. Dangau ini diawaki oleh Irwan, dan beberapa rekannya yang masih menimba ilmu di Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan, di kota ini.
Melihat peluang dan ingin mengembangkan tradisi minum Aia Kawa ini mereka berencana membuka tempat baru, yang tidak jauh dari lokasi sekarang. Anda ingin mencobanya? Dengan uang Rp 3.000 saja kita sudah dapat menikmati satu cangkir batok kelapa Aia Kawa dan satu potong kue bika...selamat menikmati
Kenapa daun kopi? Konon kabarnya, zaman Jepang berkuasa, seluruh hasil panen buah kopi segar dari Ranah Minang, diekspor keluar negeri oleh bangsa penjajah, sehingga warga pribumi tidak mendapat kesempatan untuk mencicipi nikmatnya hasil seduhan buah kopi ini . Minum kopi pada zaman itu mempunyai kebanggaan tersendiri. Kebiasaan meminum kopi melambangkan dia orang berkelas pada zaman itu.
Seperti kata pepatah, tak ada rotan akarpun jadi. Tidak ada kopi daunya pun tak apalah, begitu kira-kira. Sehingga keinginan orang untuk menikmati minuman kopi sedikit terobati. Dan akhirnya minuman ini banyak yang mengemari .
Untuk membuat segelas seduhan Aia Kawa hampir mirip dengan membuat air teh. Bedanya Aia Kawa dibuat dari daun kopi jenis lokal yang tidak diketahui variannya. Daun kopi dikeringkan terlebih dahulu, dengan menyangrai (ditaruh di atas perapian) sampai daun kopi mengering selama kurang lebih 12 jam. Setelah itu, daun yang mengering dicampur dengan air dingin dan dimasak sampai airnya mendidih.
Uniknya, untuk menikmati Aia Kawa ini kita tidak menggunakan gelas atau cangkir seperti biasanya tapi mengunakan wadah dari tempurung kelapa yang diberi tatakan bambu. Aia Kawa diseruput dengan pelan, hawa hangat terasa merayap di rongga dada. Nikmatnya.
Aia Kawa terasa lebih nikmat bila ditemani dengan sepotong kue bika. Sejenis kue basah yang terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan kelapa muda, dan gula pasir. Proses pematangan bika ini, punya ciri khas juga karena dibakar dalam belanga (periuk tanah yang dibuat dari tanah liat).
Perapiannya berasal dari dua arah. Selain api berasal dari bawah belanga, bara api juga ditaruh diatas penutup belanga untuk mempercepat proses pematangan kue bika dan memberi kesan warna coklat di atasnya. Hanya dalam waktu 15 menit kue bika hangat sudah bisa dinikmati.
Jika Anda mampir di Ranah Minang, sempatkan untuk berkunjung ke Dangau Bika jo Aia Kawa yang terletak di jalan Raya Bukittinggi-Payakumbuh km 9, Desa Koto Hilalang IV Angkat Candung. Dangau ini diawaki oleh Irwan, dan beberapa rekannya yang masih menimba ilmu di Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan, di kota ini.
Melihat peluang dan ingin mengembangkan tradisi minum Aia Kawa ini mereka berencana membuka tempat baru, yang tidak jauh dari lokasi sekarang. Anda ingin mencobanya? Dengan uang Rp 3.000 saja kita sudah dapat menikmati satu cangkir batok kelapa Aia Kawa dan satu potong kue bika...selamat menikmati